BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 26 Juni 2010

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK REMAJA

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK REMAJA
MAKALAH
Diajukan dan dipresentasikan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen:
Dr. Mulyawan S. Nugraha


Dibuat Oleh:
Enay Suminar
NIM:
2008. 1065


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
Jl. Veteran No. 36 Telp. (0266) 22 45 65
Kota Sukabumi
2010 M/1431 H

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, menciptakan gelap dan terang, kemudian orang-orang kafir berpaling dari Tuhannya. Sedangkan Allah Maha Perkasa atas hamba-Nya, Dia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Maha Suci Allah yang segala urusan ada di tangan-Nya dan dikembalikan kepada-Nya.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi SAW, keluarga dan sahabat-sahabatnya yang membersihkan agama dari akhlak jahiliyah orang-orang ghuluw dan rekayasa orang-orang batil.
Pembaca yang budiman, makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, dengan judul “Konsep Ilmu Pendidikan Islam Tentang Pendidikan Akhlak Remaja”. Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, semoga makalah ini disukai banyak orang dan bermanfaat.
Selain jumlah pengetahuan dan penyusunan, penulis yakin masih banyak masalah yang ditemukan dalam isi makalah ini. Saran, kritik senantiasa merupakan harapan dalam memperkaya dan menyempurnakan makalah ini. Namun demikian, semoga karya sederhana ini dapat memacu kita dalam menuntut ilmu karena ilmu dapat menerangi hati dan pikiran orang yang memilikinya.



Sukabumi, Juni 2010


Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………… a
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. a
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………………………. a
Rumusan Masalah …………………………………………… a
Tujuan Penulisan …………………………………………….. a
BAB II KONSEP ILMU PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK REMAJA
Konsep Ilmu Pendidikan Islam ……………………………… a
Definisi Ilmu Pendidikan Islam …………………………. a
Dasar Ilmu Pendidikan Islam ……………………………. a
Tujuan Pendidikan Islam ………………………………... a
Fungsi Pendidikan Islam ………………………………… a
Konsep Akhlak ………………………………………………. a
Konsep Remaja ……………………………………………… a
Konsep Ilmu Pendidikan Islam Tentang Pendidikan Akhlak Remaja ………………………………………………………. a
Peran Pendidikan Agama dalam Pembinaan Akhlak Remaja …………………………………………………... a
Pergaulan Remaja dalam Tuntunan Agama Islam ………. a
Metode Pendidikan dan Pembinaan Akhlak Remaja ……. a
BAB III PENUTUP
Simpulan …………………………………………………….. a
Saran ………………………………………………………… a
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. a


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Masalah pendidikan Islam merupakan wacana yang tidak pernah tuntas dibicarakan, karena ia berkenaan dengan persoalan umat Islam dengan jumlah lebih satu milyar dalam upaya memberikan makna dan orientasi bagi potensi yang dimilikinya. Berbagai pemikiran telah dikembangkan oleh para ahli pendidikan Islam terutama menyangkut bagaimana konsep dan operasionalisasi konsep itu, yang sudah tentu bahwa warna-warni pikirannya banyak dipengaruhi oleh pandangan hidup dan nilai-nilai yang mereka anut. Tetapi ada kesan kuat, bahwa dalam satu hal mereka sepakat, bahwa pendidikan Islam harus bertujuan memberikan bekal dan pengembangan potensi keimanan, keislaman dan keihlasan, selain tidak juga mengabaikan pembinaan kepekaan intelektual peserta didik.
Salah satu tujuan pendidikan Islam terletak pada remaja. Mereka merupakan tulang punggung negara yang potensinya memerlukan pembinaan yang optimal untuk menyongsong masa depan. Sebagaimana ungkapan yang menyatakan bahwa “generasi muda masa kini merupakan pemimpin di masa yang akan datang”.
Keberadaan remaja di masa yang akan datang memiliki peran penting bagi kelangsungan sebuah negara. Oleh sebab itu, diperlukan pembinaan terhadapnya yang dilakukan oleh semua pihak. Agar pembinaan ini dapat berhasil denagn optimal, sebaiknya memperhatikan karakteristik remaja itu sendiri. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa remaja memiliki sifat-sifat yang belum matang seperti yang dimiliki orang dewasa. Dalam istilah lain seringkali disebut masa transisi atau pancaroba.
Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan akhlak anak di lingkungan keluarga, agama Islam memberikan tuntunan tentang pentingnya perlakuan yang ramah dan penuh kasih sayang dari kedua orang tuanya terhadap anaknya.
Melalui pembinaan yang optimal ini, diharapkan lahir para remaja yang berakhlak dinamis, mandiri, terbuka, adaptif dengan perkembangan zaman dan sebagainya yang dapat menggantikan posisi orang tuanya di masa mendatang. Dengan kata lain bangsa ini mengharapkan para remaja yang ideal.
Rumusan Masalah
Bagaimana konsep IPI?
Apa yang dimaksud akhlak dalam pendidikan Islam?
Bagaimana pendidikan akhlak pada remaja?
Bagaimana konsep IPI tntang pendidikan akhlak remaja?
Tujuan Penulisan
Setiap apa yang kita lakukan tentunya ada tujuan dan kegunaannya. Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
Agar mengetahui konsep ilmu pendidikan Islam.
Agar mengetahui konsep akhlak dalam pendidikan Islam.
Agar mengetahui peran pendidikan Islam terhadap pembinaan akhlak remaja.
Agar mengetahui konsep ilmu pendidikan Islam dalam pembinaan akhlak remaja.


BAB II
KONSEP ILMU PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK REMAJA

Konsep Ilmu Pendidikan Islam
Definisi Ilmu Pendidikan Islam
Menurut Ahmad Tafsir (1992: 5), ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori bumi. Jika Anda membuka buku ilmu bumi, Anda akan menemukan teori-teori tentang bumi. Ilmu sejarah berisi teori-teori tentang sejarah; ilmu alam (fisika) berisi tentang teori-teori alam fisik. Maka isi ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan; ilmu pendidikan Islam merupakan kumpulan teori tentang pendidikan berdasarkan ajaran Islam. Apakah ada teori pendidikan yang tidak berdasarkan Islam? Inilah salah satu persoalan yang perlu dibahas di dalam ilmu pendidikan Islam.
Akan tetapi, apakah isi ilmu hanya kumpulan teori? Secara esensial memang ya, tetapi sebenarnya secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori. Isi lainnya ialah penjelasan tentang teori itu serta kadang-kadang ada juga data yang mendukung penjelasan itu tadi. Jadi, lengkapnya isi ilmu adalah (1) teori, (2) penjelasan tentang teori itu, dan (3) data yang mendukung penjelasan itu. Nah, bila Anda membuka buku tentang ilmu pendidikan Islam, sewajarnyalah Anda menemukan tiga macam isi tersebut.
Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada Al-Quran dan hadits serta akal. Jika demikian, maka ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Al-Quran, hadits, dan akal. Penggunaan dasar ini haruslah berurutan: Al-Quran lebih dahulu; bila tidak ada atau tidak jelas di dalam Al-Quran maka harus dicari di dalam hadits; bila tidak juga jelas atau tidak ada di dalam hadits, barulah digunakan akal (pemikiran), tetapi temuan akal itu tidak boleh bertentangan dengan jiwa Al-Quran ataupun hadits. Oleh karena itu, teori dalam pendidikan Islam haruslah dilengkapi dengan ayat-ayat Al-Quran, hadits, dan argumen (akal) yang menjamin teori tersebut. Jadi, pembuatan dan penulisan teori dalam ilmu pendidikan Islam tidak jauh berbeda dari pembuatan dan penulisan teori dalam fikih.
Dasar Ilmu Pendidikan Islam
Ilmu isinya teori. Ilmu pendidikan isinya teori tentang pendidikan. Ilmu pendidikan Islam isinya teori tentang pendidikan yang berdasarkan Islam. Mengapa harus berdasarkan Islam? Jawaban yang paling penting dan mendasar terhadap pertanyaan ini ialah: “Itu berdasarkan keyakinan.” Jika dasarnya keyakinan, maka sebenarnya persoalan itu tidak dapat diperdebatkan lagi.
Orang Islam meyakini bahwa kehidupan tidak dapat diserahkan seluruhnya kepada kemampuan akal, atau kepada kemauan manusia, baik manusia secara pribadi maupun manusia dalam arti keseluruhan manusia. Dalam hal ini, pandangan orang Islam itu bertolakbelakang dengan humanisme yang mengajarkan bahwa akal manusia telah mencukupi untuk mengatur dunia dan kehidupan manusia, dan karena itu agama tidak diperlukan. Pandangan orang Islam itu tidak juga dapat dikatakan seratus persen hanya didasari keyakinan. Dasar akliyahnya ada juga, sekalipun tidak begitu kuat.
Dengan apa kehidupan diatur? Begitulah kira-kira pertanyaan yang pertama. Jawabnya, “Diatur dengan aturan.” Aturan yang mengatur itu haruslah aturan yang pasti benarnya. Karena aturan yang dibuat manusia belum dapat diyakini pasti benarnya, maka orang mencari aturan yang pasti benarnya. Orang Islam meyakini bahwa aturan Tuhanlah yang pasti benarnya. Jadi, aturan Tuhan yang harus digunakan dalam kehidupan ini. Memang, pada akhirnya dasar pandangan ini adalah keyakinan, bukan kekuatan logika.
Setelah itu kita harus mencari dan menemukan aturan Tuhan tersebut. Aturan Tuhan itu pokok-pokoknya ada dalam Kitab Tuhan yang biasanya disebut Kitab Suci. Kitab Suci itulah, kalau begitu, yang harus ditemukan. Ada beberapa Kitab Suci, yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Quran. Langkah selanjutnya ialah menilai Kitab Suci tersebut untuk menetapkan yang mana dari Kitab Suci itu yang terjamin keasliannya. Keaslian itu diperlukan untuk menjamin bahwa Kitab Suci itu benar-benar dari Tuhan; jika asli dari Tuhan, maka isinya pasti benar. Untuk menentukan keaslian Kitab Suci, kita dapat menggunakan teori-teori sains, dalam hal ini sejarah. Sejarah telah meneorikan bahwa sekarang ini Kitab Suci yang terjamin keasliannya adalah Al-Quran. Oleh karena itu, orang Islam mengambil Kitab Suci Al-Quran sebagai dasar kehidupannya, untuk dijadikan sumber ajaran Islam. Inilah pula yang dijadikan dasar bagi ilmu pendidikan Islam.
Al-Quran di dalam ayat-ayatnya ternyata memberikan jaminan juga kepada hadits Nabi Muhammad SAW. Ada perintah Tuhan yang mengatakan bahwa manusia beriman wajib mengikuti aturan Allah dan rasul-Nya. Rasul-Nya yang dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW. Perintah inilah yang dijadikan dasar oleh orang Islam untuk menggunakan hadits sebagai dasar kedua bagi kehidupannya. Tugas selanjutnya ialah menetapkan yang mana hadits shahih ( hadits yang berasal dari Nabi Muhammad SAW) dan yang mana hadits yaang tidak shahih (hadits yang disangka dari Nabi Muhammad SAW). Sampai di sini telah diketahui dua dasar aturan hidup dalam Islam, yaitu Al-Quran dan hadits.
Kemudian, ternyata Al-Quran dan hadits juga menunjukkan bahwa akal dapat juga digunakan dalam membuat aturan hidup bagi orang Islam, yaitu bila Al-Quran dan hadits tidak menjelaskan aturan itu, aturan yang dibuat oleh akal itu tidak boleh bertentangan dengan jiwa Al-Quran dan hadits. Jadi, akal dihargai oleh Al-Quran dan hadits; bahkan penggunaan akal itu disuruh, bukan saja diizinkan, dalam Al-Quran dan hadits. Penunjukan ini merupakan legalitas dan jaminan untuk menggunakan akal dalam mengatur hidup orang Islam. Kalau demikian maka secara operasional atura Islam dibuat berdasarkan tiga sumber utama, yaitu Al-Quran, hadits, dan akal. Untuk melihat bagaimana pandangan Al-Quran dan hadits tentang akal dapat diperiksa, misalnya, buku yang ditulis oleh Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (1982).
Karena pendidikan menduduki posisi terpenting dalam kehidupan manusia, maka wajarlah orang Islam meletakkan Al-Quran, hadits, dan akal sebagai dasar bagi teori-teori pendidikannya. Itulah sebabnya ilmu pendidikan Islam memilih Al-Quran dan hadits sebagai dasarnya. Kata “akal” tidak perlu disebutkan secara formal karena telah diketahui secara umum bahwa Al-Quran dan hadits menyuruh menggunakan akal. Jadi, mengapa orang Islam meletakkan Al-Quran dan hadits menjadi dasar pendidikannya, jawabnya adalah karena kedua sumber itu dijamin kebenarannya. Mengapa orang Islam tidak mengambil teori filsafat seperti liberalisme, pragmatisme, dan materialisme sebagai dasar pendidikannya, jawabnya adalah karena isme-isme itu adalah buatan manusia dan, karena itu, tidak dijamin kebenarannya. Mengapa tidak dijamin kebenarannya, karena ia buatan manusia, dan manusia memiliki keterbatasan. Orang Islam menganggap tidak bijak menggantungkan hidup pada pemikiran manusia. Akal itu sebenarnya lemah, tidak meyakinkan. Untuk mengetahui lebih jauh kelemahan akal, Anda dapat membacanya dalam filsafat Kant.
Tujuan Pendidikan Islam
Dasar kehidupan adalah pandangan hidup. T. S. Eliot (1979: 14) menyatakan bahwa pendidikan yang amat penting itu tujuannya harus diambil dari pandangan hidup. Al-Attas (1979: 1) menghendaki tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Ini terlalu umum. Marimba (1964: 39) berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya orang yang berkepribadian muslim. Ini amat umum; ia memang menyebutnya sebagai tujuan akhir. Al-Abrasyi (1974: 15) menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang berakhlak mulia. Ini juga amat umum. Munir Mursyi (1977: 18) menyatakan bahwa tujuan akhir pendidikan menurut Islam adalah manusia sempurna. Ini pun terlalu umum, sulit dioperasikan; maksudnya sulit dioperasikan dalam tindakan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan secara nyata.
Menurut Abdul Fattah Jalal (1988: 119), tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat At-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakn diri kepada Allah, yaitu beribadah hanya kepada Allah.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q. S. Adz-Dzariyat: 56)
Jalal (1988: 123-124) menyatakan bahwa sebagaian orang mengira ibadah itu terbatas pada shalat, shaum, zakat, haji, dan syahadat. Di luar itu bukan ibadah. Sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan kepada Allah. Ibadah adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutpautkan dengan Allah. Dalam kerangka inilah maka tujuan pendidikan haruslah mempersiapkan manusia agar beribadah seperti itu, agar ia menjadi hamba Allah (‘ibad al-Rahman).
Yang termasuk aspek ibadah adalah melaksanakan proses pendidikan, sebagaimana dalam Al-Quran:

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q. S. At-Taubah: 122)
Aspek ibadah berikutnya ialah aspek amal untuk mencari rezeki. Allah berfirman:

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Q. S. Al-Mulk: 15)
Kita mengetahui bahwa ibadah memang banyak macamnya. Setiap macam ibadah itu dapat menghasilkan sekurang-kurangnya satu tujuan khusus pendidikan. Di antara ibadah tersebut ialah berbuat baik kepada kedua orang tua, menafkahkan harta di jalan Allah, berbuat baik kepada kerabat, tidak kikir dan tidak berlebihan, jujur dalam menimbang, tidak mencampuri urusan orang lain, rendah hati, adil, menjauhi perbuatan kejam,dan munkar, tidak zalim dan tidak bermusuhan, menepati janji dan sumpah, dan mengenakan perhiasan yang halal.
Konsep Akhlak
Pengertian Akhlak
Menurut pandangan Jamil Shaliba (1996: 1) kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yang berarti perangai, kelakuan, tabiat, watak dasar, kebiasaan, peradaban yang baik. Perkataan akhlak maknanya hampir sama dengan kata etika dan moral. Beberapa kata yang sering dilontarkan berkenaan dengan kata ini adalah susila adab, dan perangai.
Sedangkan menurut Ibnu Maskawaih, akhlak secara terminologis adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan menurut Muslim Nurdin (1996: 205) bahwa akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di atas bumi. Sistem nilai yang dimaksudkan adalah ajaran Islam yang berpedoman kepada Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai sumber utama, ijtihad sebagai sumber berpikir islami.
Menurut Abuddin Nata (1996: 5-7) perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran, tanpa paksaan dan tekanan, sungguh-sungguh, dan ikhlas karena Allah semata.
Ruang Lingkup Akhlak
Pada dasarnya ruang lingkup akhlak dalam Islam meliputi tiga aspek, yaitu akhlak kepada Allah, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan. Untuk lebih jelasnya, Quraish Shihab (1996: 261) memberikan penjelasan ketiga aspek tersebut.
Akhlak Terhadap Allah.
Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai Khaliqnya. Dalam hal ini, banyak cara yang dapat dilakukan manusia dalam berperilaku kepada Allah sebagai Rabbnya.
Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Akhlak terhadap sesama manusia pada prinsipnya merupakan implikasi dari tumbuh dan berkembangnya iman seseorang. Salah satu indikator kuatnya keimanan seseorang nampak dalam perilakunya terhadap orang lain. Dengan kata lain mereka senantiasa memperlakukan sesama manusia sama.
Ada beberapa cara yang dilakukan manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain dalam bentuk perilaku yang baik. Ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan hadits banyak mengungkap tentang hubungan manusia dengan manusia.
Akhlak Terhadap Lingkungan
Manusia diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola isi dunia demi kemakmuran dirinya, sebagai anugerah dari Allah SWT yang harus dijaga dan dipelihara kelestariannya. Demi terciptanya keserasian yang harmonis dan keseimbangan ekolog.
Menurut Nursid Sumaatmadja (1996:16) mengemukakan bahwa dalam sistem alam, manusia merupakan bagian dari alam yang berinteraksi dengan alam sebagai lingkungannya.
R. Soedjiran Resosoedarmo (1993: 169) berpendapat bahwa dengan segala usaha berupa alat-alat teknologi yang dimilikinya, manusia mengambil manfaat dari lingkungannya sekaligus meningkatkan lingkungannya.
3. Kedudukan Akhlak dalam Pendidikan Umum
Secara substansial konsep akhlak sebenarnya perupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pendidikan umum. Hal ini dapat terlihat dari makna-makna essensial pendidikan umum yang meliputi: syimbolics, empirics, esthetids, synnoethics, ethics, dan synoptics.
Konsep akhlak menurut Nursid Suriaatmaja (1996: 11) bahwa manusia harapan bangsa di masa mendatang adalah warga negara yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, mengetahui budaya dan nilai bangsa, mengenal masyarakat Indonesia, alam lingkungan Indonesia, mampu berkomunikasi dengan sesama warga, sehat jasmani dan rohani, dan wajib mengembangkan diri dalam bela negara.
Sementara Linda Richard Eyre (1995: xxvi) mengemukakan bahwa pembinaan nilai-nilai yang luhur yang akan menentukan perilaku seseorang harus melingkupi dua aspek, yaitu nilai-nilai nurani (meliputi kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, kemurnian, dan kesucian), dan nilai-nilai memberi (meliputi hormat, sayang, setia, tidak egois, ramah dan murah hati).
Menurut MI. Soelaeman (1985: 4) manusia yang utuh identik dengan istilah pribadi religius. Sedangkan menurut Harun Nasution (1989: 59), istilah pribadi utuh adalah berakhlak dengan akhlak Tuhan.
Konsep Remaja
Pengertian Remaja
Menurut Ahmad Tafsir (1992: 313) persoalan remaja menarik untuk dibicarakan terutama yang berkaitan dengan penyimpangan akhlak mereka yang berkembang dewasa ini. Permasalahan penyimpangan akhlak menjadi topik yang hangat dalam berbagai petemuan untuk mengetahui latar belakang mereka melakukan berbagai tindakan yang terkadang tidak bermoral. Misalnya: di kalangan siswa SMU terjadi tawuran, tindakan pembunuhan, perampasan, konsumsi narkoba, dan lain-lain. Tentu saja penyimpangan akhlak mereka tidak terlepas dari persoalan yang melatarbelakanginya.
WHO mendefinisikan remaja sebagai berikut: pertama, individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksualnya; kedua, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; dan ketiga, terjadilah peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan berbagai tantangan, di satu sisi remaja telah meninggalkan masa kanak-kanaknya, namun di pihak lain mereka belum dapat diterima oleh orang dewasa secara utuh. Oleh sebab itu, untuk mampu sejajar dengan orang dewasa terkadang remaja melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak proporsional. Mereka melakukan kegiatan aktivitasnya. Di samping faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi perilaku remaja tersebut.
Ciri-Ciri Masa Remaja
Menurut Elizabet B. Hurlock (207-209) mengemukakan ada delapan ciri yaitu:
Masa Remaja sebagai Periode Penting
Masa ini dianggap penting karena ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator.
Masa Remaja sebagai periode Peralihan
Yang dimaksud dengan masa remaja sebagai periode peralihan adalah beralihnya remaja dari masa kanak-kanak ke dewasa disertai dengan kesiapan untuk mempelajari sikap dan perilaku orang dewasa itu sendiri.
Masa Remaja sebagai Periode Perubahan
Adanya perubahan sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat pertumbuhan fisik berlangsung cepat, maka perubahan sikap dan perilaku pun berlangsung cepat, demikian sebaliknya.
Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah
Masalah remaja sering menjadi persoalan yang sulit dipecahkan, baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.
Masa Remaja sebagai Masa Pencarian Identitas
Pada tahun-tahun pertama awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mendambakan identitas diri dan tidak puas akan hal yang telah dilaluinya.
Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan
Ada anggapan bahwa masa remaja merupakan masa di mana mereka merupakan anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung merusak, yang menyebabkan orang dewasa berkewajiban untuk membimbing dan mengawasi mereka.
Masa remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik
Remaja memang memiliki karakteristik yang cenderung memandang dirinya dan orang lain sesuai keinginannya, bukan apa adanya seperti yang mereka lihat.
Masa Remaja sebagai Ambang Dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberi kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.
Zakiah Daradjat (110) mengemukakan bahwa remaja memiliki ciri-ciri, antara lain: pertumbuhan jasmani cepat, pertumbuhan emosi, pertumbuhan mental dan perkembangan pribadi sosial.
Sementara itu, Hadari Nawawi (1993: 168-171) mengemukakan bahwa remaja merupakan masa pubertas yang memiliki ciri-ciri, antara lain: ada kecenderungan masa bersifat introverts, lepas dari ketergantungan kepada orang lain, pertumbuhan biologis sangat cepat, petumbuhan rasa sosial. Umar Hasyim (1985: 117) menyebutkan, antara lain: perasaan seksual semakin merangsang, kecenderungan mementingkan diri sendiri, cita-cita yang bergelora, berpikir kritis, masa penemuan diri, dan masa transisi. Sedangkan HM. Arifin (215-216) menyebutkan bahwa di samping ciri-ciri tersebut, ia menambahkan bahwa pada masa remaja ada kecenderungan meragukan kebenaran agama, walaupun sikap ini dianggap merupakan awal timbulnya keimanan yang sebenarnya.
Nurcholis Madjid (122) berpendapat bahwa pendidikan agama dalam keluarga berkisar antara dua dimensi hidup, yaitu: penanaman rasa takwa dan pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama.S
Perkembangan Jiwa Keagamaan Remaja
Perkembangan rasa keagamaan pada remaja sejalan dengan perkembangan jasmani, intelektual, dan ruhaninya. Menurut W. Starbuck dalam Psikologi Agama, Dr. Jalaludin, perkembangan itu antara lain:
Pertumbuhan Pikiran
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama, mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya.
Pikiran manusia pada dasarnya terbentuk dari dua hal: kecerdasan dan pengalaman. Kecerdasan bisa ditingkatkan dengan latihan-latihan sedangkan pengalaman bisa didapat dari belajar terhadap pengalaman diri sendiri ataupun orang lain.
Emosional Intelegence
Menurut Dr. Jalaludin (2000), berbagai perasaan telah berkembang. Dalam penyelidikan sekitar tahun 1950-an, Dr. Kinsey mengungkapkan 90% remaja Amerika telah mengenal masturbasi, homoseks, dan onani.
Perkembangan sosial
Masih menurut Dr. Jalaluddin, corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
Perkembangan Moral
Dalam agama apapun, moral agama merupakan inti ajarannya. Semua agama mengajarkan kepada pengikutnya untuk mematuhi aturan-aturan moral kepada sesama manusia.
Ada beberapa kecenderungan moral terlihat pada usia remaja.
Self-directive, taat beragama berdasarkan pertimbangan pribadi.
Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa kritik.
Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
Deviant, menolak dasar hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat. Kecenderungan-kecenderungan ini sangat dominan disebabkan oleh pengaruh pendidikan di dalam keluarga dan lingkungannya.
Sikap dan Minat Keagamaan
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung masa kecil dan pola pendidikan agama di lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan.
Konsep Ilmu Pendidikan Islam tentang Pendidikan Akhlak Remaja
Peran Pendidikan Agama dalam Pembinaan Remaja
Menurut Ahmad Tafsir (1992: 27), agama dalam arti luas –termasuk etika dan moral yang diajarkan keluarga- merupakan satu-satunya sarana cara untuk menanggulangi kenakalan remaja sejak dini. Tentu saja seharusnya hal ini dimulai sejak masa kanak-kanak. Namun demikian, belum terlambat bila orang tua segera menyadari pada masa ini. Orang tua sebagai pendidik memang wajib menjaga pendidikan anaknya sampai kelak mereka dewasa dan bisa dilepas.
Dalam mengajarkan agama/mendidik pun hendaknya orang tua selalu membimbing anaknya sampai orang tua tersebut merasa bahwa si anak sudah siap dilepas, tanpa perlu bimbingan lagi. Orang tua yang memperhatikan pendidikan agama anaknya tentu akan melakukan hal-hal yang baik bagi anak dan keluarganya,
Pergaulan Remaja dalam Pendidikan
Pergaulan sosial sesama manusia adalah hal penting dalam kehidupan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, meminjam istilah Yunani bahwa manusia adalah homo socius, atau makhluk bermasyarakat. Pada masa remaja di mana seorang remaja sdang tumbuh dorongan-dorongan seksualnya, maka Islam sudah sejak dini mengantisipasi pergaulan antar pria dan wanita.
Ajaran Moral Agama
Moralitas adalah ajaran etika. Pendidikan Islam mengajarkan dalam moral agama yang disebut akhlak. Akhlak Islam menganjurkan untuk bergaul kepada siapa pun dengan cara yang baik, diantaranya:
memelihara kehormatan diri, yakni memelihara kesucian diri berkenaan dengan seks.

“(30) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."(31) Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q. S. An-Nur: 30-31)
menjaga amanah, tidak mau merugikan orang lain dalam hal harta benda, dan lain-lain.

“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (Q. S. Al-Anfal: 58)

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Q. S. Asy-Syu’ara: 183)
memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan, mengisi waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat seperti hobi ataupun olah raga sehingga tidak ada waktu kosong yang diisi dengan lamunan dan khayalan yang dapat membawa dampak buruk bagi mental remaja.
Pendidikan Sosial dan Moral Keagamaan
Umat manusia di dunia sekarang dalam cengkeraman ketakutan yang amat dahsyat karena kemungkinan akan datangnya perang nuklir. Ketakutan itu hanya bisa ditenangkan bila mereka mau kembali kepada Tuhan Allah.
Iman merupakan keadaan sikap yang seharusnya ada dalam dii manusi. Iman yang teguh serta kuat akan memberikan dasar pijakan moral keagamaan yang kuat dan ia akan menghasilkan keyakinan kepribadian teguh yang tidak mudah tergoyahkan, terutama perbuatan dan sikap hidup yang rendah, tercela, dan bergelimang dosa.
Kalau manusia tetap beriman dan bermoral menjalankan agama dengan teguh, dalam kehidupannya, maka bermacam-macam rahmat dan kenikmatan yang dilimpahkan Allah SWT. Hidupnya akan tenang dan penuh kemuliaan serta pertolongan dalam menghadapi permasalahan.
Metode Pendidikan dan Pembinaan Akhlak Remaja
Setiap individu yang lahir dibekali sejumlah potensi yang memerlukan pembinaan yang optimal. Potensi tersebut berimplikasi pada tanggung jawab yang dipikul keluarga, masyarakat, ataupun sekolah. MD. Djawad Dahlan (1992: 72) berpendapat bahwa iman bukan hanya sekedar perbuatan kalbu, akan tetapi terwujudkan dalam bentuk perilaku. Al-Ghazali (1975: 40) berpendapat bahwa di samping fitrah yang baik di dalam jiwa manusia ada pula kecenderungan yang jelek yang dapat menjerumuskan manusia.
Umar Hasyim (1983: 160) berpendapat bahwa anak yang lahir bagaikan kertas putih, maka orang tua berkewajiban membentuk mereka dengan cara membimbing dan mendidik agama, sehingga menjadi anak yang memiliki akhlak mulia.
Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan, diperlukan cara atau metode yang influensif. Metode-metode tersebut antara lain:
Melalui Keteladanan
Keteladanan dalam proses pendidikan merupakan metode yang sangat tepat untuk membina akhlak seorang anak. Dalam pelaksanaan pendidikan, siapapun pendidiknya seharusnya memberikan contoh terbaik untuk diikuti oleh anaknya. Hal ini terjadi baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Untuk itulah Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai uswah untuk menyempurnakan akhlak manusia.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q. S. Al-Ahzab: 21)
Melalui Pembiasaan
Metode lain yang cukup efektif dalam pembinaan akhlak anak adalah melalui metode pembiasaan. Banyak para pakar pendidikan yang sepakat bahwa pembinaan moral atau akhlak dapat mempergunakan metode ini.
Dalam proses pembiasaan ini terkadang diperlukan suatu stimulan bagi pelakunya. Stimulan atau rangsangan tersebut, misalnya dalam bentuk pujian atau hadiah yang dapat membangkitkan gairah dan semangat sehingga seorang anak akan memiliki keyakinan yang mantap dalam mengisi kehidupannya.
Dari beberapa pemikiran dan ungkapan Rasul SAW, dapat dipahami bahwa penerapan metode pembiasaan dalam membina akhlak anak cukup baik. Jika metode pembiasaan diterapkan di semua lingkungan pendidikan, hampir dipastikan akan lahir generasi-generasi yang memiliki kepribadian yang mantap, yang dihiasi dengan akhlak karimah. Dan tidak mustahil akhlak mereka pun akan menjadi teladan bagi orang lain.
Melalui nasihat
Metode lain yang dianggap efektif dalam membina akhlak adalah melalui metode nasihat. Metode ini dapat membukakan mata anak-anak pada hakikat sesuatu, dan mendorongnya menuju situasi yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (Q. S. Luqman: 13)

“Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (Q. S. Yusuf: 5)
Melalui Perhatian
Metode pembinaan akhlak yang tidak kalah pentingnya adalah melalui perhatian atau pengawasan. Adapun yang dimaksud perhatian dalam konsep ini adalah mencurahkan, memperhatikan serta mengikuti perkembangan akidah, akhlak serta sosial anak ketika beradaptasi dengan lingkungannya.
Perhatian atau pengawasan sangat dibutuhkan anak yang berfungsi sebagai pembimbing, pengarah dan sekaligus sebagai pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Oleh karena itu, seandainya anak kurang perhatian yang cukup baik orang tua atau pun para pendidiknya, maka anak tersebut akan lari mencari kasih sayang dan perhatian orang lain. Bahkan lebih dari itu tidak mustahil mereka mencari perlindungan pada perbuatan-perbuatan yang negatif.


BAB III
PENUTUP

Simpulan
Pendidikan Islam yang berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang berakhlakul karimah. Telah berkembang di berbagai daerah dari sistemnya yang paling sederhana menuju sistem pendidikan Islam yang modern. Adapun bersifat prinsip dasar dan tujuan pendidikan Islam tetap dipertahankan sesuai dengan prinsip ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Quran.
Peranan pendidikan Islam dalam membina umat manusia sangat besar, khususnya dalam membina akhlak remaja untuk menciptakan kekuatan yang mendorong ke arah mencapai tujuan yang dikehendaki. Bahwa Islam bukanlah hanya sekedar suatu kepercayaan agama secara pribadi dan penuh rahasia, akan tetapi Islam adalah agama yang membawa serta membina masyarakat yang merdeka, yang memiliki sistem pemerintahan, hukum, dan lembaga. Semua ini dasar-dasarnya telah dipancangkan sejak semula oleh Rasulullah SAW yang diikuti terus menerus secara berkesinambungan oleh generasi-generasi berikutnya.
Saran
Kita sebagai pemuda yang menuntut ilmu pendidikan agama Islam sudah seharusnya memahami peran dan tanggung jawab secara utuh sehingga harus dapat mengoptimalkan peran dan fungsi selaku akademisi yang bertanggungjawab. Akhlak dan upaya yang dilakukan pun harus sesuia dengan tuntunan pendidikan dan syariat Islam demi tercapainya sebuah kegemilangan bagi negeri ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan saran perbaikan mambangun dari semua pihak, sehingga tulisan ini mendekati kesempurnaannya dan bermanfaat bagi setiap pembacanya.

DAFTAR PUSTAKA

Goethe Wolfgang, Johan. 1992. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah Bagi Remaja. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Kusmara, Dian. 2007. Implementasi Life Skill dalam KTSP. Bandung: CV. Mughni Sejahtera.
Purwoko, Yudho. 2001. Memecahkan Masalah Remaja. Bandung: Nuansa Cendikia.
Soebahar, Halim. 2002. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Sunarto, dan Hartono, Agung. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Pusat Perbukuan P&K dengan Rineka Cipta.
Soekarno, dan Supardi, Ahmad. 1983. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.
Tafsir, dkk. 2004. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung.
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://www.pendidikanislam.net

0 komentar: